Kamu punya caramu. Ini caraku. - Nyovika

Selasa, Desember 27, 2011

Biarkan Pikiran Yang Tidak Jelas Ini Mengoceh Sebentar

Tepat di saat-saat seperti ini. Di saat-saat aku suka menulis. Aku suka menceritakan imajinasiku, dimana itu tak terbatas, dan membuatku suka membaginya.

Ya, di saat-saat seperti ini. Aku suka menceritakannya, aku bisa menambahkan simbol tulisan, mengurangi kalimat sesuka ku, dan itu, untuk saat-saat itu… menyenangkan. Aku menyukainya.

Tapi disaat-saat seperti ini… aku butuh sesuatu. Karena terkadang imajinasi ku lelah. Tau maksudku? Kadang aku merasa jenuh. Merasa jenuh dengan segala bayangan dan apa-apa yang melayang dipikiranku entah dari mana. Sudah ku bilang itu menyenangkan, di saat-saat itu. Dan yang kurasakan sekarang, adalah perasaanku yang satunya. Jenuh.

Aku memerlukan sesuatu yang nyata. Sesuatu yang benar-benar bisa kujadikan cerita. Sesuatu yang berbeda dan bukan imajinasi.

*

Kau tau aku? Ya, aku tau jawabannya pasti tidak.

Kata-kata mereka tidak hanya sekali pernah ku dengar. Suara mereka saja masih kuingat satu-persatu ketika mengatakannya. Karena mereka teman-temanku, bisa dikatakan 'lumayan dekat'.

Mereka menyebut perkataannya sebagai kritik. Dan aku menerimanya dengan perasaan. Karena aku tidak terlihat menerimanya dengan sikapku. Jangan bilang aku naïf! Aku hanya bingung bagaimana merubahnya, tidak bisakah kalian memberiku kritik sekalligus dengan saran secara lengkap?

Aku mau berubah ketika kau bilang "aku tidak peka!"

Aku mau berubah ketika kau bilang "aku tidak respect!"

Aku mau berubah ketika kalian bilang "sudahlah, percuma. Aku tidak akan mengerti!"

Benarkah kalian murni menganggap itu sebagai kritik? Ini aku yang berlebihan atau aku memang wajar merasa sedih mendengar itu dari kalian, manusia yang sudah kuberi label 'teman' dalam hidupku.

Aku mulai memikirkannya, aku bisa menerima perkataan itu. Sungguh aku bisa menerimanya.

Kita sudah saling mengenal bukan?

Apakah kau tau apa arti kata 'perubahan'?

Aku menyemangati diriku sendiri, aku beri motivasi diriku sendiri untuk bisa berubah, dan apa?

Apa kau tidak bisa melihatnya? Kau selalu menganggap ku sama. Kau tau? Aku kembali sedih karena itu.

*

Kau mengerti arti kata CINTA?

Mungkin dengan berpikir sejenak dan menata kata-kata sebentar kau bisa menjawabnya.

Dan aku, aku akui aku tidak terlalu memikirkannya. Karena sejujurnya aku tidak tau apa yang harus aku pikirkan tentang 'cinta'.

Percayakah kau bahwa aku pernah merasakan 'cinta'?

Tentu saja aku pernah. Merasakannya untuk keluarga, untuk teman, untuk orang yang peduli padaku, sahabat. Aku mencintai mereka semua.

Adakah arti lain dari 'cinta' untuk orang lain yang belum aku sebutkan?

Ya, asal kau tau. Aku bisa dengan mudah menjadi munafik dengan berkata 'tidak ada'.

*



NB: postingan ini terinspirasi dari pembicaraanku dengan 'seseorang'. ^^
Read More

Senin, Desember 26, 2011

Perjalanan Kataku

1. Aku tau kau menyukaiku.

2. Aku tau aku sangat amat menyukaimu.

3. Aku tau rasa suka ini adalah sesuatu yang implisit untuk dibandingkan.

4. Jika aku melihat ‘aku’ sebagai prajurit cinta yang tangguh, maka aku melihat kau melihat’ku’ sebagai ‘aku’, benar-benar hanya seorang ‘aku’.

5. Aku manusia, aku yang memiliki kelemahan berlimpah, aku yang tak banyak menonjolkan kelebihanku, dan aku yang tau bahwa kau tidak benar-benar melihatku.

6. Ayo tengoklah sedikit sisi sensitifku ini, yang sering kusebut perasaan.

7. Aku telah jatuh, dan itu tanggung jawabmu harusnya.

8. Aku seperti seorang skizofrenia, itu semacam orang gila. Aku gila karena cintaku padamu.

9. Angin yang menyapu daun-daun yang gugur, hujan yang menjatuhkan jutaan tetes air, hingga debu yang bertebaran di sekeliling kota adalah kawanku.

10. Kawan, bisakah kau membantuku menyelipkan potongan perasaanku untuknya dalam setiap wujudmu hingga membuatnya terbiasa merasakannya.


inspirated by:
Read More

Macet Itu Cerita Lama

Jalanan macet. Memang sudah sering terjadi. Perjalanan pulangku harus memakan waktu lebih lama lagi. Aku baru pulang sekolah, dan sekarang pukul dua siang, wajar kalau jalanan sedang macet-macetnya. Memang ada perasaan kesal, dan ada perasaan bosan merasa kesal. Karena kekesalanku juga tidak akan merubah apapun. Mobil-mobil, truk, hingga bus di depan tidak akan jalan hingga polisi lalu lintas disana menyuruh kami menggerakkan kendaraan masing-masing.

Diam-diam aku memperhatikan orang-orang dengan kendaraannya disisi lain jalan raya yang juga sama macetnya. Banyak orang sudah berpengalaman menghadapi macet sepertinya. Wajah mereka hampir semuanya datar seakan macet adalah makanan sehari-hari. Ada pula yang malah berusaha menikmati kemacetan, dengan mendengarkan musik sambil menyanyikannya dengan suara yang sebenarnya tidak lebih bagus dari radio yang kehilangan sinyal, tetapi sepertinya itu menyenangkan baginya, membuatku menahan senyum. Ada pula bapak-bapak pengendara truk yang menggunakan waktu untuk merokok, selama menunggu pengatur jalan raya itu mengijinkan truknya menggerakkan roda. Yang ini banyak terjadi, memang banyak orang yang merokok di tengah kemacetan sekarang ini. Ya, kenapa banyak sekali perokok?!

Orang-orang yang agaknya sudah sangat terbiasa dengan posisi dan kondisi seperti ini, dapat membuat diri mereka menjadi kreatif kurasa. Banyak hal bisa mereka lakukan walaupun tengah berada di tengah jalan. Ada lagi kulihat laki-laki yang masih muda tengah tertawa, dengan ponsel di genggamannya, dia sedang telfon dengan entah siapa orang di seberang sana yang sepertinya sangat mengasyikkan. Orang lainnya tidak kalah pintar memanfaatkan waktunya, kali ini pengendara truk juga. Dia terlihat tertidur pulas, sampai terdengar bel-bel kendaraan dibelakangnya yang mungkin sangat riuh ditelinganya, diapun terbangun dan menjalankan truknya sedikit maju. Begitupun dengan mobil yang ku naiki sekarang, dilajukan pelan oleh supir ayahku karena mobil didepannya mulai bergerak. Baru berjalan beberapa meter, ternyata kita harus kembali menunggu. Aku menghembuskan nafas kencang-kencang. Lama sekali!

Kali ini aku menatap lagi jendela mobil sebelah kanan ku, pandanganku terhenti di sebuah bus hijau yang ukurannya tidak sebesar bus periwisata. Aku memperhatikan orang-orang didalamnya. Ada yang terlihat sedang makan makanan yang dibungkus kertas minyak, ada yang tengah kipas-kipas karena kepanasan. Ada penjual makanan dan jajanan anak-anak di sekitar bus. Ada pula anak sekolah yang mengoceh sambil tertawa di sela pembicaraan mereka di dalam bus yang sama.

Kemudian pandanganku beralih ke pengendara motor dan sepeda. Mereka lebih beruntung sepertinya, tidak harus menunggu lama, mereka bisa selip sana selip sini, salip sini salip sana. Perjalanan mereka kelihatan lebih mudah. Berbeda denganku.

Apa? Aku hanya tinggal menunggu. Maksudku aku tidak perlu menyetir,aku tidak perlu mengeluarkan uang, aku hanya menunggu. Aku tidak megeluarkan tenaga, dan aku berani berpikir bahwa perjalananku tidak mudah? Yang aku lakukan hanya duduk dan itu sangat mudah. Hanya saja juga sangat membosankan.

Perhatianku selanjutnya adalah postur pak polisi yang berdiri di tengah pertigaan yang menjadi pusat kemacetan. Sibuk mengayunkan tangan dan kadang meniup peluit. Di waktu lain juga berteriak. Hingga akhirnya tangannya mengarah pada mobilku. Mengisyaratkan untuk menyuruh kami maju. Ya, kini aku sedikit lega karena sudah keluar dari pusat kemacetan tadi, dan mengira-ngira apa lagi yang akan terjadi setelah ini. Sesuatu yag lebih membosankan dari pada tadi kah? Atau hal menyenangkan yang menungguku. Kuharap itu selalu baik untukku.




Read More

Selasa, Desember 20, 2011

Aurora Milik Scorpio Part 1

Masih mengantuk, itu yang pertama ia rasakan ketika ia membuka mata dan menemukan sosok cahaya pagi yang menyelinap dari tirai-tirai kamarnya. Ya, kamarnya. Walaupun ia masih merasa ada perbedaan pada kamarnya yang sekarang dengan yang dulu.

Sudah hampir seminggu ia tinggal di rumah ini, karena ayahnya yang harus dipindah tugaskan ke luar kota. Maklum, ayahnya adalah seorang pegawai, bukan bos atau pemilik perusahaan tempatnya bekerja. Sehingga untuk yang satu ini, ayahnya tidak bisa menolak untuk menggarap proyek gedung Supermarket yang diminta oleh atasannya langsung untuk dikerjakan. Selain itu juga, setelah proyek pembangunan selesai, ayahnya di beri tanggung jawab untuk mengelolahnya dengan baik. Akhirnya anak dan istrinya harus mengikutinya juga, karena pekerjaannya akan berlangsung lama yang memungkinkan mereka untuk harus menetap di Bandung. Karena tidak mungkin ayahnya pulang pergi dengan jarak Yogyakarta-Bandung yang cukup jauh dalam waktu yang singkat.

Beberapa hari setelah mereka sampai disana, ayahnya masih sibuk mengatur waktu untuk pekerjaan barunya, dan memilih tempat untuk sekolah putrinya. Dan hari ini adalah hari pertamanya sekolah.

Sudah tepat pukul enam pagi setelah Sitara bangun dan bersiap sekolah. Ia bergegas keruang makan untuk mengambil sarapan rotinya, untuk kemudian berlari kecil keluar rumah, menghampiri mobil ayahnya.

"Tara, kamu bisa lebih cepat kan? Ayah sudah hampir terlambat."

"Maaf ayah, tadi Tara lupa belum jadwal buku. Kan agak repot yah, kalau bukunya bahasa inggris semua." ocehnya sambil meraih tangan sang mama untuk berpamitan lalu menata dirinya di bangku mobil sebelah kemudi.

Mereka melambai ke arah wanita parubaya yang tengah berdiri depan pintu sambil tersenyum. Kumudian ayahnya berbicara, "ya itu kan juga baik buat kamu. Dengan sekolah di SMA yang sudah berstandart SBI, kamu bisa lancar bahasa Inggris. Jaman sekarang itu semua pekerjaan perlu lancar bahasa Inggris…"

Mulai lagi, batin Tara. Ya ampun, pembicaraan panjang lebar dengan ayahnya seperti ini sudah sering sekali terjadi. Dan akhirnya akan hanya membuat Tara diam.

*

"Good morning. I'm Tara from Yogyakarta. Nica to meet you all." sapanya dalam bahasa Inggris, di kelas barunya X-5.

Setelah Bu Widya, guru Biologi mempersilahkannya duduk. Pelajaran dimulai seperti biasa.

Pandangan Tara untuk sekolah ini, memang sekolah yang bagus. Dilihat dari gedung bertingkatnya pun, sekolah ini terkesan mewah. Ternyata ayahnya benar-benar memilih untuk tempat sekolah putrinya.

"Hey, kenalin aku Keyla." sapa gadis disebelahnya di tengah pelajaran. Terlihat dari wajah orientalnya, bahwa dia bukan orang Indonesia asli. Terlihat juga bahwa dia ada keturunan Eropa dari matanya yang abu-abu. Bukan karena lensa kontak tentunya.

Tara tersenyum. "Hay Keyla." ucapnya singkat kembali tersenyum.

Pelajaran berlangsung seperti biasa. Tidak jauh berbeda dengan sekolahnya yang lama. Tetap menggunakan bahasa Inggris, tetap ada guru yang membosankan seperti guru Sejarah tadi, dan masih terasa menyenangkan dengan para muridnya yang terbuka, sehingga Tara mudah membaur dengan mereka. Tapi masih tetap terasa ada yang berbeda. Karena sekarang ia sendiri, sendiri dalam arti kata yang sempit. Tidak seperti dulu.

Bel istirahat sudah berbunyi. Kini Keyla tengah menemani Tara berkaliling, untuk melihat sekeliling sekolah. Setidaknya ia bisa tau tempat-tempat yang mungkin untuk ia kunjungi seperti perpustakaan, UKS, atau kantin, karen jelas ia tidak akan meneliti setiap detail isi sekolah itu.

Setelah puas berkeliling. Mereka menempatkan pilihan untuk membeli jajanan di kantin, karena jam istirahat masih sisa lima belas menit. Waktu yang cukup untuk sekedar makan makanan ringan.

Tara melihat sekeliling, sementara Keyla yang memesan makanan. Tiba-tiba pandangannya terhenti disuatu arah. Dia, laki-laki jangkung dengan kulit coklat muda. Tampangnya tidak terlalu tampan, hanya saja sangat menarik. Dia tersenyum di tengah teman-temanya yang sedikit terlihat, bahwa mereka mencuri pandang ke arahnya. Tak tau pada siapa, hanya saja arahnya menunjuk ke sekitarnya. Tara tidak mau ambil pusing dengan itu, karena Tara juga tidak mengenal mereka. Itu tidak penting.

Keyla datang dengan dua gelas es jeruk dan beberapa snack.

Tunggu. Entah ini hanya perasaannya saja, atau memang laki-laki itu berjalan ke arahnya? Terlihat dari belakang punggung Keyla yang tengah duduk di depannya, bahwa laki-laki yang tak sengaja ia perhatikan kini berjalan ke arahnya.

Laki-laki itu menarik kursi di sebelah Tara. Ia duduk, kemudian menatapnya diam. Beberapa detik kemudian terdengar suara, "hai, kamu anak baru ya." sapanya tanpa menyadari ada orang lain disana -Keyla-.

"Ya." jawab Tara singkat.

Matanya tertuju pada bawah kerah baju Tara. "Sitara Putri Adine. Nama kamu agak aneh." katanya sambil menatapkan matanya lurus-lurus ke arah Tara. Kemudian tersenyum jail.

Mata Tara terbelalak mendengar itu, "apa?" katanya sambil menyipikan mata sejenak lalu menghembuskan nafas, "terima kasih." tambahnya sambil tersenyum manis enggan meladeni.

"Ya sama-sama." jawabnya singkat.

Bel masuk kelas berbunyi.

"Wah sayang banget udah bel, sampai ketemu lagi ya." ucapnya lagi, kemudian pergi meninggalkan Tara -dan Keyla yang tengah duduk di depan mereka-.

"Astaga, dia senyum sama kamu Tar tadi? Itu wah banget, aku baru pertama kali ngeliat langsung dengan jarak sedeket itu." katanya untuk entah yang keberapa kali setelah mereka kembali ke kelas.

Ya. Dia Adit, bukan laki-laki yang cukup terkenal di sekolah itu, hanya laki-laki yang sangat terkenal untuk angkatan Adit sendiri hingga angkatan Tara dan Keyla. Mungkin karena prestasinya disekolah yang cukup bagus dalam bidang olahraga yang cukup menonjol di sekolah itu, dan karena dia juga dikenal sebagai pria yang mudah menaklukkan wanita, entah yang ini bisa dibilang prestasi atau bukan.

"Apa dia bener-bener seterkenal itu?" tanya Tara heran melihat Keyla yang sangat bersemangat.

"Iyalah. Kamu nggak bisa ngeliat sendiri apa?"

"Bisa kayaknya. Dia ganteng, eh manis deh, eh… semua deh kayaknya." jawabnya ling-lung, "tapi kalau berurusan sama orang kayak gitu pasti ribet, kayak di novel atau sinetron gitu." tambahnya datar.

"Hemm. Iya mungkin? aku juga nggak bermaksud punya urusan, cuma kakak itu emang perfect aja keliatannya. Jadi suka ngeliatnya." katanya sambil tersenyum-senyum geli dengan dirinya sendiri.

Tara ikut tersenyum melihatnya. Lucu sekali temannya ini.

*

Tara sudah bersiap makan malam ketika sang mama memanggilnya untuk turun. Ayah dan mama Tara sudah berada di ruang makan.

Mereka makan seperti biasa, sedikit sepi karena kakak Tara kini tengah ada tugas kuliah yang membuatnya harus menginap untuk dua hari kedepan bersama teman-temannya. Ya, Tara mempunyai seorang kakak laki-laki ynag sejak awal sudah memutuskan untuk kuliah di Bandung, sehingga ia sudah terbiasa disana.

"Gimana sekolahnya Tara? Bagus nggak sekolah pilihan ayah?" ayah Tara membuka pembicaraan.

"Bagus sih yah, dan nggak jauh berbeda sama sekolah Tara dulu."

"Dan teman-teman kamu? "

Tara menoleh ke arah mamanya, "oh, ya mereka baik. Tara udah punya banyak temen loh ma disekolah." katanya sambil tersenyum.

Orang tuanya pun ikut tersenyum.

*

"Apa ini? Aku kan anak baru? Kenapa bisa dapat pr serumit ini? Astaga!" keluhnya dikamar setelah melihat tugas Kimia dihadapannya. Sama seklai tidak menyadari, bahwa sekolah itu tidak akan memperdulikan atau memilih-milih untuk memberi pr kepada anak baru atau lama.Sekali lagi ia merasa ada yang berbeda dalam hidupnya. Teringat apa yang dilakukannya di saat-saat seperti ini? Dia mulai merasa sedikit… merindu.

Keesokan harinya, Tara bergegas lebih cepat, berencana untuk berangkat lebih pagi. Karena beberapa alasan, yaitu tugas yang belum selesai dan tidak mau mengulangi kejadian seperti kemarin yang hampir membuat ayahnya terlambat.

"Pagii mama, ayah! I've too late to going to school!"ucapnya dengan nada sedih dibuat-buat, lalu melanjutkan, "ups, no no. Nice girl here! Ayo berangkat, Tara udah siap." suaranya kedengaran bersemangat menghampiri orang tuanya yang tengah berjalan ke arah ruang makan.

"Semangat banget kamu hari ini?" tanya mama.

"Sarapan dulu Tara." ayahnya menyahut datar.

"Iya iya. Soalnya Tara baru beli kalung baru kemarin. Nih ma bagus kan?" katanya bangga menunjukkan kalung berbandul kalajengking hitam dengan warna pink sebagai pinggirannya, yang ia beli di toko depan sekolahnya, karena tidak sengaja melihatnya dari luar jendela toko.

Mamanya hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala.

Setelah selesai, mereka pun pergi ke arah depan dan masuk kedalam moobil sedan ayah Tara. Seperti biasa mama Tara, setia melepas kepergian mereka dari pintu depan.

Tara mulai terbiasa. Dia masih suka memakai assesoris kalajengking ke sekolah dalam skala yang wajar, dan tidak berlebihan tentunya.

*

Hari keduanya disekolah. Ia berharap akan lebih menyenangkan. Dia berjalan santai kearah kelas. Sampai ia akan menaiki tangga kearah kelasnya, langkahnya terhenti.

Dia rasa dia berangkat pagi hari ini, ia menengok jam tangnnya. Ya, masih jam enam lewat lima menit, sedangkan bel masih akan berbunyi jam tujuh nanti. Ternyata kakak kelas yang ditemuinya dikantin kemarin juga senang berangkat pagi. Dia melihatnya sedang duduk ditangga menuju kelasnya sambil memegang buku yang bukan seperti buku pelajaran. Entah buku apa.

Tara berusaha tidak mengacuhkannya. Hanya diam, dan berupaya untuk tidak menarik perhatian ketika ia lewat. Ia bersikap biasa. Ya, mau bagaimana lagi memangnya.

Memang benar-benar seperti biasa. Karena sekilas kekhawatirannya tadi terbukti tidak beralasan. Adit tidak mengganggunya. Masih pagi, ia memutuskan untuk berdiri menyandarkan tangannya pada dinding yang sengaja dibangun untuk bangunan bertingkat itu agar penghuninya tidak terjatuh itu di depan kelasnya yang menghadap ke taman sekolah untuk menghirup udara segar.

Dan kali ini, ia cukup tersentak mendengar suara yang sama itu lagi. "Pagi Sitara Putri Adine. Kamu rajin juga ya, berangkat pagi-pagi gini." katanya lembut menatap Tara.

Tara tidak menyangka akan dipanggil selengkap itu, "pagi kak." jawabnya datar sambil tersenyum.

Adit mengarahkan matanya ke sebelah tubuhnya, mengisyaratkan Tara untuk tidak bergeser menjauh ketika ia datang berdiri disebelahnya, "nggak papa kan aku ikut berdiri disini. Udaranya segar ya"

Tara berpikir.

"Nggak usah mikir lama-lama, aku orang baik-baik kok." katanya seakan tau apa yang dipikirkan Tara. Kemudian memutuskan untuk mendekat sendiri kesebelah Tara.

Tara menyerah. Karna orang disebelahnya tidak kelihatan jahat. Walaupun wajahnya kadang jga bisa terlihat bringas.

"Oh iya, nama panggilan kamu siapa?" tanyanya langsung.

"Tara." jawabnya, "jadi kakak nggak perlu manggil nama aku selengkap itu." tambahnya.

Adit hanya mengangguk-angguk, kemudian tersenyum.

Tara melirik sedikit kearah tubuh kakak kelasnya yang memang sengaja berdiri miring ke arahnya, "oh ya, aku mau ngomong."

"Ngomong aja." sahutnya cepat.

"Kakak pernah bilang nama aku aneh? Nama kakak lebih! Aditya Daru Prasetya. Daru? Aneh!" katanya puas, membuat seakan sengaja menekankan kata 'aneh' pada kalimatnya.

Adit malah tertawa, "itu nggak aneh! Nama aku bagus tau. Banyak cewek yang suka sama nama aku disekolah ini." katanya bangga.

"Suka sama namanya kan? Bukan orangnya." Tara mencibir, "tapi buat aku itu aneh."

"Daru artinya meteor. Itu keren." sekali lagi suaranya terdengan bangga.

Tara hanya menatap meremehkan, "biasa aja."

Pikiran Adit malah melayang apa maksud gadis satu ini? Nantang? Heh, sekali lagi Adit tersenyum. Senyum kecil dengan ribuan arti tersirat teruntuk anak baru yang entah sejak kapan mulai menggali tempatnya sendiri dalam pikiran Adit.



to be continued~
Read More

Kamis, Desember 15, 2011

Aurora Milik Scorpio [Prolog]

Cerita ini dibuat waktu pertengahan aku UAS :)

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

"Kamu tau apa itu?" tanyanya padaku yang masih terlihat bingung, sambil melihat kemana arah telunjuknya.

"Kamu nunjuk apa sih?" wajahku masih terlihat cengo mencari-cari.

"Itu bintang! Rasi bintang scorpio!"

"Mana?" suaranya terdengar penasaran.

"Lihat dari sini makanya!" ucapnya lagi sambil menunjuk teleskop didepannya.

Aku menurutinya, kemudian memajukan wajahku ke ujung teleskop. Berulang kali aku menanyakan yang mana rasi bintangnya??

"Yang itu yang kayak huruf 'J' besar banget masa nggak keliatan?"

"Ahh. Darimana kamu tau itu rasi bintang scorpio?? Mungkin aja hanya kebetulan bintang-bintang itu disitu." kataku dengan melipat tangan didepan dada. Menyembunyikan ekspresi kesalku yang tidak menemukan apa yang ingin dia perlihatkan.

Dia hanya menatapku sekilas, kemudian memikirkan perkataanku. Langkahnya kembali mendekati teropong bintang itu sekali lagi, dan memfokuskan pandangannya.

Dia takut dia salah. Sudah lama dia ingin melihat rasi bintang scorpio secara langsung.

"Aku yakin itu rasi bintang scorpio! Kamu tau, aku pernah mendengar cerita tentang Scorpio. Kamu mau dengar?"

Aku yang melihatnya keheranan hanya mengerutkan kening, kemudian berkata,"apa?"

"Hemmm." dia menarik napas,"dulu sebelum scorpio jadi rasi bintang, dia adalah kalajengking raksasa yang di suruh oleh seseorang bernama Apollo untuk mengejar Orion. Orion itu kekasih Aurora, dewi fajar."

"Lalu? Kenapa Orion dikejar?" tanyaku dengan kening tetap berkerut.

"Kerena dia pernah sesumbar akan memusnahkan semua hewan buas dibumi, dan mempersembahkannya untuk Aurora."

Aku hanya diam, menunggunya meneruskan cerita.

"Scorpio saat itu akan membunuh Orion, sampai akhirnya ada seorang bernama Diana datang, dia suruhan Aurora untuk melindungi Orion. Dia berniat untuk membunuh Scorpio dengan bidikan panahnya, tapi malah meleset dan mengenai Orion." katanya sambil menunjukkan wajah gembira.

"Hey kenapa wajahmu malah senang? Orion meninggal kan?" tanyaku semakin heran.

"Jelas! Itu berarti yang menang Scorpio!" senyumnya melebar.

Oh jadi begitu, pikirku. Sahabatku yang satu ini benar-benar penggila Scorpio ya? Sampai-sampai dia tau sejarah tentang Scorpio.

"Eh tapi sebenernya cerita kamu agak nggak jelas! Buat apa coba Apollo nyuruh Scorpio ngejar Orion? Lalu siapa Diana yang tiba-tiba dateng dan mau bantu Aurora?" kataku mengingat dengan seksama ceritanya.

Dia kelihatan berfikir. Sepertinya dia memang kurang jelas menceritakannya, mungkin karena memori otaknya tidak sempat menyaring cerita yang diambil dari buku itu seutuhnya. Tapi yang menarik baginya memang hanya itu. Saat ada Scorpio, saat ada Aurora, dan saat Scorpio menang.

Dia menatap ke arahku, kemudian tersenyum.

"Ah itu nggak penting." dia merangkul pundakku,"yang penting itu aku suka tokoh Aurora dan aku suka Scorpio menang." katanya tidak mau kalah denganku.

"Ha?" pandanganku masih terlihat jelas seperti orang setengah sadar yang tidak bisa menelan omongannya mentah-mentah melainkan harus di lumat susah payah, "maksud kamu…"

"Astaga! Hampir jam sembilan. Aku pulang dulu yah. Dahhh." dia berlari kesebelah rumah yang memang rumahnya setelah melihat jam di tangannya.

*

Dia adalah sahabatku. Sudah hampir delapan tahun lebih aku mengenalnya sejak duduk di bangku TK. Setiap hari kita bersama, dari rumah, berangkat sekolah, waktu disekolah, hingga pulang kerumah lagi. Dia berangkat naik motor dan aku di boncengnya. Terkadang aku menggantikan jika dia lelah. Kita sering pergi bersama walau hanya sekedar mencari udara segar. Pernah waktu masih duduk di Sekolah Dasar, ada tugas menggambar binatang disekolahku. Dia menggambar satu kalajengking besar. Dan aku ikut menggambar kalajengking karena saat itu aku bingung mau menggambar apa. Banyak hal yang sama-sama kita sukai, seperti sama-sama menyukai soto ayam, tetapi tidak suka makan soto ayam pada malam hari dengan alasan aura soto ayam pada malam hari itu tidak bagus dan rasanya pun juga tidak akan enak. Dan tidak jarang kami memasak nasi goreng sendiri pada malam hari, kalau memang tidak ada makanan lain selain soto. Aku dan dia juga sering berhubungan via telephon karena tugas yang menumpuk dan PR yang sukar dikerjakan. Pada akhirnya akan membuat kami sama-sama melupakannya.

"Hay sayang!" sapanya padaku di depan pintu gerbang SMP setelah memarkirkan sepeda.

"Ih jangan sampe kita dikira aneh ya kalo ada yang dengar!" kataku pura-pura memasang wajah serius.

Dia malah tertawa kencang, "tenang sejauh ini aku masih cewek tulen yang normal! Heheh."

Aku selalu merasa nyaman ada didekat dia. Begitupun dia, kurasa.

"Ssst." bisiknya pelan ditengah pelajaran PKn.

Aku hanya meliriknya dengan sorot bertanya.

"Aku punya cerita soal Scorpio yang lebih menarik dari pada Masa Orde Baru atau Reformasi! Mau denger?" tanyanya santai disebelahku tanpa menatapku.

Aku membelalakkan mata. Bercerita tentang Scorpio? Apa sajalah. Setidaknya cerita-ceritanya tentang Scorpio memang menarik. Akupun mau mendengar.

"Dulu rasi bintang itu dipakai pelaut untuk penunjuk arah. Dan rasi bintang Scorpio selalu menunjuk arah Timur dan merupakan penunjuk arah Timur."

Aku diam menyimak cerita.

"Dan kamu tau apa fakta yang baru aku perkirakan sendiri??" ucapnya sambil tersenyum sok misterius.

"Apa memang?" tanyaku datar.

"Timur adalah arah matahari terbit!"

Aku masih memandangnya, menunggu kelanjutan kata-katanya.

"Kalau Scorpio penunjuk arah Timur. Dan Timur adalah arah matahari terbit. Bintang kita kan Scorpio, jadi aku ngambil kesimpulan bahwa kita ditakdirkan untuk selalu terbit, mengisi dan menyinari dunia!" senyumannya terurai lagi, dengan wajah penuh imajinasi.

"Astaga. Khayalanmu luar biasa." kataku dengan sorot terkagum yang sedikit di buat-buat.

"Memang Scorpio selalu luar biasa." senyumnya masih mengarah kepadaku.

*

Cerita-cerita tentang Scorpio, dan segala perangkatnya seperti kalung dengan bandul Kalajengking, gelang hingga anting, bahkan kaos kaki bergambar kalajengking masih sering aku pakai. Yang aku beli bersama-sama dengannya. Kini aku semakin jarang mendengar ocehanmu tentang zodiak kita itu. Hampir tidak pernah mendengar apa-apa yang berhubungan dengan makhluk yang kadang berbahaya itu ditelingaku.

Ada yang berbeda mulai terasa. Ada yang berubah. Sebenarnya dia kenapa? Semangatnya yang menggebu-gebu ketika bercerita tentang Scorpio, tidak lagi terasa. Kenapa?

Kata-kata lain yang masih aku ingat darinya,"…untuk selalu terbit, mengisi dan menyinari dunia, itu berarti kamu tau? Scorpio selalu mendampingi Aurora dan begitu sebaliknya. Aku punya idola baru selain Scorpio! Itu Aurora." senyum yang mengembang diwajahnya masih aku ingat dengan jelas.

Taukah kamu? Aku mulai merindukanmu.





inspirated by puisi Yolla DLL :


Merindukan Yang Dulu
oleh: Yolalanda Dhea L.L.



Menatap langit yang mendung

meraih harapan untukku

yang selalu kesepian tanpa senyummu lagi

aku hanya sebatang kara, disini…

di bumi ini….

Mungkin sudah sekian lama aku…

Mengikuti hatimu sobat…

Rerumputan sebagai saksinya

batu-batu karang menyaksikannya…

Luapan emosi pada diriku

yang mengharap uluran tangan

darimu…

Kini aku tak bisa…

Kini aku tak sanggup

tertawa, sedih, gembira bersamamu

karna kau bukan yang dulu


 
Read More

Social Profiles

Twitter Google Plus LinkedIn RSS Feed Email

Download

Apapun proses yang tengah kamu jalani, percaya deh! Kamu hebat :)

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Followers

Angka Hoki

Cari Blog Ini

Translate

Laman

BTemplates.com

About

Copyright © Here I Am | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com