Ya, walaupun tidak terekam dengan kamera, paling tidak saya masih ingin merekamnya disini.
difoto dan ditulis oleh Rsm |
difoto dan ditulis oleh Rsm |
Itu api yang kau sebut agni.
Ini aku yang kau sebut abu.
Berbeda huruf yang tak mengubah maksud.
Api yang membakar tak kalah panas dengan agni yang bingarnya meluluhkan.
Kalau abu adalah sisa-sisa yang tak sanggup bersatu.
Maka aku bukan aku yang satu lagi, karna semesta telah menebarku menjadi keping.
Seandainya aku jadi hujan, kau lebih memilih berteduh atau ikut basah bersamaku?
Biar kau jadi hujan, aku jadi tanah saja. Lalu bersama kita tumbuhkan bunga-bunga.
Biar kudapat detikku lebih banyak
Aku bukan satu detik yang abadi
Biar kuulang dalam detik-detikku
Aku bukan satu detik yang tak sukar kau ingat
Jam dinding yang belum kurencanakan akan kuletakkan dimana
Sudah berdetak melewati malammu yang gelap serta penuh lagu
Berdetak hingga pagi
Sebelum tanah basahnya mulai mengering
Kau pernah berenang secepat yang kau dapat
Sejauh dengan angkuh
Sampai memijak dengan bijak
Aku disini memutus pandang yang tak terlihat
Belajar membuka mata pelan dalam air
Aku sudah berusaha mengeluarkanmu yang kian banyak, kusalurkan dari dalam kepalaku menuju tanganku, bergetar turun menggerakkan jari-jariku, membebaskannya satu-persatu lewat pensil yang kugerakkan.
Lagi, lagi kulakukan berulang, agar namamu segera habis dari dalam kepalaku. Wajahmu tak lagi membayang pada anganku. Lewat goresan hitam pensil ke putih kertas. Aku mengusirmu.
Agar tak lagi penuh. Tak lagi sesak. Agar kepalaku punya tempat untuk memikirkan ingin masak apa esok pagi atau berapa sendok gula untuk kopiku bangun tidur nanti.
Tapi hingga habis pensil ke sepuluh, kenapa tak kunjung habis namamu?
Hingga penuh seluruh halaman bukuku, kenapa yang muncul tetap garis wajahmu melulu?
Banyaknya remahan pensil yang aku buat, satupun tak mampu memberiku alasan.
Namun mereka memberiku tawaran, walaupun bukan alasan yang mampu mereka beri, tapi mereka bisa memberi sedikit penjelasan.
Aku terima tawarannya.
"Bahwa sesuatu yang kau pelihara bukan akan mati tapi akan selalu tumbuh."
kata mereka.
Memang apa yang kupelihara?
Kutulis namamu hingga sepuluh kali dengan usahaku yang sepuluh kali.
Kemudian kulihat sepuluh nama yang telah kutulis, terekam dalam ingatan dan masuk ke dalam kepalaku(lagi).
Goresan senyum di lembaran milikku, tersenyum kepadaku, masuk ke kepalaku(lagi), menggerakkanku membalas senyum.
Aku memelihara setiap huruf namamu, setiap garis senyum bibirmu.
Memeliharanya dalam kertas, memeliharanya dalam ingatan.
Lalu bagaimana kau bisa habis? Kau sudah tumbuh terlalu banyak.
Jatuhkan aku sampai ke dasar dan aku akan tetap hidup dengan udara yang masih mampu menyelinap membantuku tetap bernafas.
Jatuhkan aku sampai ke dasar dan aku akan jadi akar yang semakin ke dasar malah semakin kuat.
Jatuhkan aku sampai ke dasar dan aku akan jadi umbi yang mengenyangkan nantinya.
Jatuhkan aku sampai ke dasar dan jangan lupa dari dasar tanah kau akan temukan air.
Kelak, di dasar hatimu kau akan temukan aku (dan rasa bersalahmu).
Kelak, kau akan sadar walaupun aku bukan air. Tapi kita sama. Sama-sama kau butuhkan.
Copyright ©
Here I Am | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com