Kamu punya caramu. Ini caraku. - Nyovika

Senin, Juni 27, 2011

Cerpen Pertamaku


Friendship > Heart Prince


You're not for reseve,
because you always be the main
(heart prince)

Adalah kata-kata yang terpampang pada salah satu majalah remaja yang cukup terkenal dengan temanya "Heart Prince". Sesaat terlintas dipikiran seseorang.Apakah heart prince itu nyata? Apakah seindah itu yang namanya heart prince? Lalu siapakah yang mungkin adalah heart prince-nya? Pikiran itu muncul tak bukan dari seorang gadis remaja, yang masih memiliki banyak pertanyaan yang dirasanya wajar didalam kepalanya.



"Wahh keren ni majalah !" terdengar suara lembut seorang gadis yang tidak kunjung berkedip melihat majalah di tangannya.

"Hehh, ngapain lo mojok di kelas sendirian Dinn ?" tiba tiba suara kasar sedikit cempreng membuyarkan konsentrasi gadis tadi.

"Ah ganggu lo !! Jangan panggil Dinn Dinn gitu dong, ntar gue di kira Udin lagi !" sahutnya yang berniat bercanda, tapi tak membuat gadis lain di depan pintu tadi tertawa.

"Yayaya, Dinna lagi ngapain ?" tanya gadis itu lagi sambil tersenyum dengan nada sok imut dan mulai berjalan mendekat ke arah Dinna.

"Repugnant !!" jawabnya sambil mengangkat alis dan masih memegang majalahnya.

"Ah lama, udah buang aja barang lo itu. Ikut gue ke kantin. Laper gue." Ucapnya dengan segera menarik tangan Dinna tanpa memikirkan nasib majalah yang baru dibeli Dinna.



Ya, gadis-gadis itu adalah Dinna Arifani dan sahabatnya Laurena Cininta atau biasa di panggil dengan sebutan Aren. Dinna adalah seorang gadis cantik dengan mata bulatnya, lembut, ramah, dan lumayan sibuk karena gelarnya sebagai wakil ketua osis dari SMA K-International School di Jakarta. Berbeda dengan Aren yang ceplas-ceplos, tidak sabaran, dan sering tidur saat pelajaran sejarah, tetapi Aren juga gadis yang cukup manis untuk dilirik murid laki-laki di sekolahnya.



*



Suasana kantin yang ramai, dengan kesibukan biasa yang dilakukan orang-orang di kantin. Tiba-tiba tersadar akan atmosfer yang berbeda tengah melewati gadis cantik bermata bulat yang sedang menikmati makanannya dan kini mulai tercengang. Dinna seketiika terdiam melihat sosok yang melewatinya. Dari tatapan matanya yang dingin seakan-akan mampu membuatnya tak bisa bergerak. Begitu pula alis tebalnya yang membuatnya semakin menawan. Bahkan dalam pikiran Dinna, mungkin Dewi Horus, dewa kecantikan Mesir Kuno pun bisa jatuh cinta padanya. Atau mungkin batinnya dia boleh menjadi 'heart prince' nya walalupun hanya dalam mimpi. Ya, Muhammad Aditya Haling murid dari extra KIR yang keren, pintar, dan pastinya tidak sedikit gadis yang menyukainya.



"Weyy !!" suara Aren yang cempreng berhasil membuat Dinna sadar dari lamunannya "Ayo dong Dinn, cewek didepan lo ini juga tau kalo lo suka sama si Adit, tapi jangan gitu juga lah ngeliatnya." Ucapnya dengan wajah cengo ke arah Dinna.

"Please Aren. Don't make me looks fool." Jawab Dinna yang sudah mati gaya.

"Haha, sorry. Take it easy, you just looks fool in front of me. Not other." Katanya setengah berbisik kearah Dinna, kemudian melanjutkan tertawanya "just kidding Dinn." Sambungnya ketika melihat Dinna melotot kearahnya.

"Gak lucu !" ucapnya sambil memasang raut wajah kesal. Dan entah sadar atau tidak, tetapi ada yang memperhatikannya dari jauh –Adit-.



Aren hanya menanggapi dengan geleng-geleng kepala dan menahan tertawanya agar tidak membuat sahabatnya semakin marah.



*



Hampir tiga minggu berlalu dengan aktivitas SMA K-International School dan murid-muridnya seperti biasa. Hari itu, hari Selasa yang benar-benar sangat biasa, dan sekaligus membosankan bagi murid kelas XI IPA 3, khususnya Aren yang bisa pingsan atau bahkan mati suri sejenak karena mendengarkan suara berat merdu Pak Rana guru Sejarah. Tetapi saking merdunya suara Pak Rana ,membuat Aren tidak sanggup menahan matanya untuk tidak … .



"Okay, yes, meganthropus's fossil was found by … " perlahan suara Pak Rana semakin remang-remang dan menghilang dari telinga Aren. Kedua matanya pun sudah pewe di atas tangannya.



Setengah jam lebih pelajaran terlewat oleh Aren dengan nyaman. Terdengar remang-remang suara murid-murid lain dari belakangnya, yang mungkin sedang mendiskusikan pelajaran Sejarah yang mengantukkan itu pikirnya seraya masih dalam mimpinya. Tiba-tiba dirasa benda dingin kini tengah berada di pundak gadis yang sedang menikmati damainya pelajaran Sejarah.



PLAKKK !! Reflek tangan Aren pun melayang ke arah benda dingin yang mengganggunya.



"ARENNNNNN !!! Wake up! Are you dare to me? Hit me and sleep when I teach?" suara berat yang tidak asing bagi Aren terdengar menggelegar di belakangnya.



Seketika Aren terperanjat dan menoleh ke belakang. Baru sadar bahwa benda dingin tadi adalah tangan Pak Rana yang kedinginan karena AC di kelasnya. Sebentar ia terdiam karena masih shock "Ma ..ma ..maaf pak. Saya khilaf. I am so tired Mr, I just want to sleep a minute. I won't do this again. I promise." Ucapnya memasang wajah melas ke arah Pak Rana.



"How can you said like that. If you do that again, I will law you and I won't allow you to follow my lesson again!! And …. "



*



KRING ..KRING …,



Bel pulang sekolah akhirnya berbunyi. Aren yang masih lesu karena mendengar amarah Pak Rana yang cukup membuat telinga panas dan kepala pening kini telah membaringkan kepala di mejanya. Sebentar ia melirik temannya yang duduk di bangku sebelahnya tengah tersenyum-senyum sendiri. Padahal pikirnya bukan waktu yang pas untuk tersenyum setelah pelajaran Sejarah yang seperti tadi.



"Ehh Dinna, ngapain sih lo senyum-senyum sendiri?" tanya Aren dengan wajah heran.

"Gak apa kok, cuman lagi seneng aja" jawabnya tanpa melihat Aren dan masih tersenyum.

"Hahh? Seneng?? Baru ngeliat temen lo di marahin habis-habisan, seneng??" katanya sedikit kesal.

"Ya bukan karna itu lahh! Kan you're my best friend. Hehehe."jawabnya lagi, kali ini sambil tersenyum ke arah Aren.

"Terus???" tanyanya makin heran.

"Hemmm …"



-flashback on-

19.03 WIB



Malam itu seorang gadis sedang duduk terdiam di halaman rumahnya sendirian. Ketika awan mendung tanpa bintang dan angin berhembus kesana kemari tanpa permisi berulang kali mengibaskan rambut panjang Dinna hingga menutupi wajahnya, namun kemudian ia selipkan lagi di belakang telinganya. Begitu terjadi lagi, hingga ia sadar ada bayangan seseorang di belakangnya yang tengah berjalan mendekat. Seketika ia menengok. Dan seorang kini telah berdiri di depannya, dengan sepatu putih nya ia semakin mendekat. Dengan sadar Dinna melihat sosok pria dengan kaos panjang berwarna biru dan garis-garis hitam serta celana jeans panjang yang dipakainya, di tambah jam tangan bercorak hijau army yang menghiasi tangannya. Semakin jantung Dinna berdetak kencang ketika melihat sosok itu adalah Adit, dengan alis tebalnya juga matanya yang kini menatap Dinna.



"Hai."ucap pria tadi.

"Hai. Kamu ngapain disini ?" tanyanya heran, dan masih terkejut karena kedatangannya.

"Hemm, tadi kebetulan lewat. Dan nggak tau aku pingin aja ngobrol langsung sama kamu. Biar nggak lewat telfon terus. Yaa, main-main aja lahh." Jawabnya smbil menata alasan, yang sebenarnya belum ia siapkan.

"Ohh, mau masuk ? Aku buatin minum ?" kata Dinna menawarkan.

"Eh nggak usah repot-repot. Kamu disini aja. Aku mau ngomong sebentar." Katanya dengan sedikit agak ragu.

"Hemm, mau ngomong apa ?"

"Sebenernya … aku … mau tanya." Katanya canggung.

"Tanya apa ? Nggak mungkin pelajaran fisika kan ? Secara kamu anak KIR gitu. Hehe." Jawab Dinna sedikit mengajak bercanda agar tidak canggung.

Adit tetawa kecil, kemudian menghela nafas, lalu terdiam.

"Adit ?" ucap Dinna ketika sadar Adit tengah melamun.

"Dinna, aku mau jujur kalo aku … suka sama kamu." Ucap Adit tiba-tiba, tanpa memikirkan dampak kata-kata itu bagi gadis yang kini berdiri di depannya.



-flashback off-



"Hahhh ? Itu beneran ?? Lo serius Dinn ? Wahh ayo ke kantin traktir gue !" kata Aren dengan tampang setangah percaya dan setengah tidak.

"Yee. Aku juga kaget kemarin tapi … aku seneng kok. Hehe." Ucapnya sambil tertawa kecil.

"Ahhh Dinna lagi kasmaran." Ucap Aren dengan nada menggoda.



*



Bulan satu sudah berganti dengan bulan lainnya. Dinna masih sahabat Aren, mereka masih murid SMA K-International School, masih di kelas XI IPA 3. Begitu pun dengan Adit yang statusnya masih sebagai 'pacar' Dinna.



"Iya ... kamu sekarang dimana? … ntar aku jemput ya, jangan kemana-mana… " terdengar obrolan seorang pria dengan orang lain via telfon.

"Adit." Sapa Dinna yang kebetulan berada di taman sekolah yang sama.

"Eh… ya udah ya .." buru-buru Adit menutup telfonnya karena kedatangan Dinna "kenapa sayang ? Kamu ngapain disini? Katanya mau ngerjain tugas?"tanyanya dengan nada sedikit canggung.

"Iya, ini mau ke perpus cari bahan? Temenin yuk, sekalian bantuin bikin sketsa poster buat keperluan anak osis." Jawab Dinna yang awalnya agak aneh dengan sikap Adit, tetapi tak terlalu menghiraukannya.

"Hemm, boleh. Ayo pergi." Ajak Adit yang kemudian menggandeng tangan Dinna kearah perpustakaan.



Sepanjang istirahat kedua, mereka habiskan di perpustakaan, hingga saat bel masuk berbunyi, Dinna menerima sms dari Aren yang mengatakan jam terakhir kosong karena guru mata pelajaran Kimia sedang sakit dan tidak bisa mengajar. Dinna dan Adit pun memutuskan untuk meminta surat izin agar tetap bisa di perpustakaan menyelesaikan pekerjaannya. Kesunyian perpustakaan terpecah seketika, mendengar handphone Adit yang berbunyi. Dengan wajah sedikit cemas, Adit pergi mengangkat telfon.



"Hallo … iyaa .. tunggu bentar lagi aku kesana kok … ini masih di sekolah … ." kata Adit yang bisa di dengar Dinna sedikit remang-remang.



Beberapa saat kemudain Adit kembali bersaamaan saat bel pulang sekolah berbunyi.



"Siapa Dit ? Kayaknya penting ?" tanya Dinna dengan penasaran.

"Nggak kok, tadi tante aku minta jemput. Jadi nggak papa kan kalo aku pergi sekarang ? Kasian tente aku udah nungguin." Jawabnya dengan nada sedikit canggung lagi.



Dinna masih memasang wajah penasarannya "ohh ya udah deh, kamu pergi aja, nggak papa."



Adit tersenyum kecil "makasih sayang. Aku anter pulang yuk ?"



"Nggak deh aku pulang sama Aren aja ya."

"Ya udah kalo gitu. Hati-hati ya." Ucap Adit sembari bergegas meninggalkan Dinna.



*



Gadis yang sejak tadi heran, hingga sekarang pun keheranan dan rasa penasaran tak kunjung hilang dari hatinya. Dinna merasa ada yang aneh dengan Adit, sikapnya berubah. Tidak seperti yang sebelumnya.



"Dinna jangan ngelamun dong !' kata Aren yang berdiri di sampingnya "ini di mall bukan di sekolah. Jadi stop mikirin tugas lo oke." Tambahnya.



"Iya iya. Aku nggak mikirin tugas kok. Kan aku juga udah janji mau nemenin tante Erni belanja." Jawab Dinna.



"Ehh ayo Aren, Dinna sebelah sini, mama mau nyari sepatu." Ucap Tante Erni, mamanya Aren.



"iyaa ma." Jawab Aren "ayoo Dinn !" sambungnya kemudian menarik tangan Dinna.



Disanalah mereka. Dua gadis dengan satu wanita parubaya yang tengah melihat dan mecoba sepatu yang menurut mereka bagus. Dinna terlihat tertawa ketika melihat sepatu yang dicoba Aren berbentuk aneh dengan kepala buaya di ujungnya. Aren hanya melihat Dinna polos, sambil mengangkat sebelah alisnya. Karena menurutnya itu tidak aneh, tetapi lucu dan unik. Ketika Dinna menoleh ke arah kanan, dia melihat sepatu yang indah berwarna coklat keemasan . Kemudian ia menghampirinya. Di mall yang cukup ramai, dan banyak suara-suara di sekeliling Dinna. Dinna merasa ada suara yang 'tidak asing' baginya. Dan buruknya ketika ia menoleh ke belakang, itulah hal yang paling tidak ia inginkan.



"Adit ??"ucapnya dengan nada agak tinggi, sengaja ingin membuat pria yang kini di depannya bersama seorang gadis lain itu agar menoleh.



Pria itu pun menoleh "Kamu ngapain disini ?" ucapnya dengan nada gugup dan terpojok.



"Ngapain ? Harusnya aku yang tanya. Kamu ngapain disini ? Kamu bilang jemput tante kamu, tapi sekarang malah jalan sama cewek !!" Kata Dinna kecewa, sebentar menatap sepasang manusia di depannya dengan tajam. Lalu meninggalkan mereka dengan mata yang mulai basah.



Aren yang sadar akan apa yang dilihatnya. Dinna dan Adit .. . Aren pun pergi menyusul Dinna. Hingga ke arah parkiran mall ia melihat sahabatnya sedang berdiri berhadapan dengan seorang pria. Dia tidak mengerti jelas apa yang mereka bicarakan. Sedikit ia bisa mendengar kata-kata mereka yang di ucapkan dengan nada tinggi.



"Dinna, aku minta maaf. Aku tau aku salah, tolong dengerin aku dulu …" kata seorang pria yang tengah di perhatikan Aren.

"Bullshit tau nggak! You're scoundrel !! Gue benci sama lo dan gue nggak mau liat lo lagi !" ucap Dinna dengan nada membentak kemudian pergi meninggalkan Adit.



Aren yang terdiam pun kini menghampiri Adit.



"Jahat lo!" reflek ucapnya dengan nada pelan, sambil nenunjukkan telunjuknya kearah Adit. Kemudian pergi mengejar Dinna.



Aren yang mengetahui Dinna masuk ke mobil matic X-Trail nya pun ikut masuk kedalam tanpa berkata apa-apa. Masih di mall, Ibu Erni, mama Aren menerima pesan di handphonenya.



    Sender: Aren

Mama pulang duluan aja pake mobil mama.
Aku sama Dinna mau pergi ke tempat lain dulu
I love you mama.
    ------



*



Dinna menghentikan mobilnya tepat di pinggir jembatan dekat komplek rumah Aren yang cukup sepi, di suatu daerah di Jakarta. Aren masih terdiam melihat sahabatnya keluar dari mobil dan kini mulai mengalirkan air matanya dengan deras. Entah apa yang ada di pikiran Aren saat ini, bahkan mulutnya yang ceplas-ceplos kali ini bingung mau berkata apa. Dia sadar, dia tidak pintar menyusun kata-kata, yang bahkan untuk sekedar membuat sahabat disampingnya berhenti menangis.



"Dinn, lo … jangan nangis lagi ya ?" ucap Aren yang tengah berdiri disamping Dinna dan masih merasa bingung.

"Haruskah gue berhenti nangis? Kenapa? " tanyanya kembali dengan nada terisak "lo tau kan batuan pasti lama-lama lapuk kalo terus-terusan kena air. Dan nggak ada sebab yang bisa bikin tuh batu terus jadi batu yang utuh. Sama kayak hati gue, kalo gue disakitin terus. Nggak ada sebab yang bisa bikin hati gue terus utuh." Katanya dengan nada pelan dan masih terisak tapi sangat meyakinkan.

"Well, nyatanya temen gue ini nggak terlalu paham geografi. Kalo batu nggak pernah lapuk, tanah nggak akan kebentuk. Kalo nggak percaya ntar search google 'proses terbentuknya tanah' deh, dari mana lagi kalo nggak dari batuan lapuk. Malah pecahan batu karena pelapukan itu bisa membentuk tanah yang luaaassss banget."kata Aren yang baru kemarin membaca buku geografi sehingga refleks mengatakannya "jadii ..apa remukan hati lo nggak bisa jadi hati yang lebih lapang gitu ?" tambahnya.

"Berarti gue lebih rendah dari batu ya. Bahkan gue nggak bisa jawab pertanyaan lo… gue pingin sendiri, lo bisa ninggalin gue kan ? " Kali ini lagi-lagi air matanya mengalir bak air bah yang mampu nenghancurkan bendungan.



Aren semakin bingung, karena ternyata malah membuat sahabat disampingnya semakin enggan berhenti menangis. Tanpa menghiraukan sedikitpun kalimat terakhir yang diucapkan Dinna. "Aduhh Dinna, lagian ngapain sih lo nyama-nyamain diri lo sama batu ? Batu itu cuman bisa diem aja, tapi lo bisa ngelakuin apa aja yang lo mau. Sadar dong Dinn, sayang air mata lo di buat nangisin orang kayak Adit !!" kata Aren yang mulai putus asa, dan agak kecewa.



"Jangan sebut nama dia di depan gue. I hate him, and I don't want hear anyting about him, okay!" ucap Dinna dengan menatap tajam ke arah Aren dengan nada sedikit membentak.

"So? Sampai kapan lo mau nangisin dia? F'in love lo itu ? F'in love ? You hear that ? FUCKIN LOVE Dinna ?" jawab Aren dengan nada sedikit tinggi.



Dinna terdiam masih dalam isakannya. Tak tahu apa yang di dengarnya, atau tak mau tahu tentang apa yang di dengarnya. Apakah arti kata 'fuckin love' ? Padahal ia pernah memujanya beberapa bulan yang lalu. Bahkan sempat tertawa melewati hari-hari bersamanya. Hingga sulit lepas darinya. Sempat merasakan dentuman yang berbeda dari dalam jantungnya. Sekedar melihat alis tebalnya saja bisa membuat hati lebih tenang. Tapi ternyata, itu semua hanya tipuan awal belaka. Yang pada akhirnya, kenyataan tidak semanis tipuan. Manusia yang kita kenal tidak selalu akan menunjukkan dirinya yang sebenarnya. Bahkan senyaris sempurnanya fisik manusia, belum tentu bisa mengusir kemunafikan dan kebusukan dirinya. Mungkin itulah yang tengah ada dipikiran Dinna, ketika ia tahu kepada siapa ia pernah merasakan -se-su-a-tu- yang kini ia rasa salah. Suara hatinya terus bersautan, hingga ia sadar ada orang lain disampingnya. Kemudian ia menatap Aren.



Aren sadar, mata Dinna tengah tertuju padanya "Dinna, mungkin aku belum bisa bikin kamu berhenti nangis saat ini. Tapi seenggaknya aku akan tetep disini. Kamu boleh anggep aku nggak ada, tapi jangan suruh aku pergi dari sini. Please." Ucap Aren yang merasa Dinna ingin ia pergi.



Dinna hanya diam, dan kemudian kembali menatap lurus kedepan, membiarkan angin di jembatan itu meniup wajah dan rambutnya pelahan. Mungkin berharap pula masalahnya bisa ikut pergi terbawa angin. Dan tanpa sadar hari mulai gelap,tepat pukul 19.07 WIB. Sejenak pikirannya kosong, tetapi entah sejak kapan kata-kata Aren kembali melintas dalam pikirannya. Kanapa aku harus menangis? Kenapa aku tidak bisa melapangkan hati ini? Apa jawabannya karena aku lemah? Atau karena aku terlalu berlebihan dalam menghadapi ini?



"Dinna gue mau nanya sampe kapan lo mau disini ?" tiba-tiba terlontar ucapan dari mulut Aren yang tengah memukuli dirinya sendiri karena gigitan nyamuk-nyamuk imut"Ayo deh Dinn, jangan ngerasa lo berlebihan ngadepin ini, atau jangan-jangan lo ngerasa lemah ya karena nangis gara-gara ini ? Itu pikiran donkey Dinna. Tapi aku tau sahabat aku lebih dari itu.Wajar kalo orang pernah ngerasain sakit hati, tapi wajar juga kalo itu akan hilang sedikit demi sedikut dibantu waktu" Tambahnya refleks lagi tanpa menyadari perasaan apa yang tengah dirasakan Dinna saat kata-kata itu di dengarnya.



Dinna yang masih kaget mendengar perkataan Aren. Tiba-tiba beranjak dari lamunannya dan meraih tubuh sahabatnya. Dinna memeluk Aren, sadar arti penting gadis yang tengah di peluknya saat ini. Belum tau sepenting apa, tetapi yang pasti lebih dari arti kata 'heart prince' yang ia dambakan atau mungkin yang lebih pantas disebut dengan 'fuckin love' itu.



Aren yang bingung dengan pelukan sahabatnya itu, hanya membalas pelukannya dengan wajah agak cengo karena memang benar kebingungan.



Sesaat Dinna melepas pelukannya."Thanks Aren."ucapnya pelan dengan tersenyum manis dan tak mau lagi mengingat apa yang baru ia lewati.



Aren pun membalas dengan senyuman yang tak kalah manisnya.



Baru disadari oleh Dinna bahwa arti sebenarnya bukanlah seberapa penting untuk tahu kenapa ia harus berhenti menangis atau sampai kapan rasa sakit itu ada pada dirinya. Tetapi sepenting inilah kehadiran sahabat yang mau menemani saat air mata itu menetes, ataupun saat rasa sakit itu muncul.


Friendship is not for reseve
Because it always be the main
(Bestfriend)      

0 komentar:

Posting Komentar

Social Profiles

Twitter Google Plus LinkedIn RSS Feed Email

Download

Apapun proses yang tengah kamu jalani, percaya deh! Kamu hebat :)

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Followers

Angka Hoki

Cari Blog Ini

Translate

Laman

BTemplates.com

About

Copyright © Here I Am | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com