Jujur dari sampul cukup menipu, terlihat ringan dangan gaya animasi khas terbitan Mojok, padahal isinya sungguh berarti nggak kayak cerpen-cerpen yang saya pernah baca sebelumnya, iya, isinya nggak seringan sampulnya. Dari yang saya tau Phutut EA adalah seorang yang kelihatannya sangat kritis dan entah kenapa saya berpikiran nantinya akan sulit memahami buku-buku karya beliau.
Ya, saya pengikut Phutut EA di twitter dan instagram. Saya cukup mengira bahwa nantinya karya beliau akan ada sentilan-sentilan politik, serta kata-kata yang sarat makna.
Judul yang masih terngiang didalam kepala saya salah satunya Mencari Tangisan Pertama, dimana menceritakan seorang bajingan berlimpah materi yang mencari dan terus berusaha menemukan sesosok ibu bahkan berusaha menciptakan seorang ibu demi ingin merasakan bagaimana rasanya dilahirkan dan menangis untuk pertama kali. Yang jelas ini antimainstream, dan memendam arti, apalagi pembacanya beragam, mungkin akan berbeda apa yang saya pikirkan ketika membaca ini, dan apa yang kalian pikirkan ketika membacanya.
Ada lagi yang berjudul Kita Yang Menuju Diam, dimana setiap kepergian tak selalu berujung pulang. Dengan penjelasan dalam cerita yang menurut saya panjang tapi tidak berbelit-belit, nyaman dibaca.
Lalu cerpennya yang berjudul Rahim Itu Berisi Cahaya, dimana ketika saya membaca ini, saya paham bahwa manusia berpikirnya tidak statis, melainkan berubah-berubah dengan alasan beragam dan kadang diluar nalar.
Terakhir bocoran, semoga bukan spoiler namanya. Yaitu cerpen yang berjudul Si Pemungut Mimpi, cerita seseorang yang pergi lama sekali hingga kembali ke kampungnya dan memceritakaan banyak hal tentang mimpi kepada banyak orang hingga hal yang mengejutkan terjadi. Cerita yang sulit jadi kuno termakan waktu, walau nantinya akan ada cerpen-cerpen baru, karna pembahasan tentang mimpi dan rantau disini ini memunculkan latar dan bahan yang saya suka, juga susana yang nggak terlalu masuk akal tapi juga nggak berlebihan.